“Rahma, nanti aku pinjem catatannya ya” Ucap Fatimah padaku, yang kala itu melangkah meninggalkan kelas.
“Siep, nanti sms aja ya..” Sahutku.
“Haha, gimana mau kabarin, kitakan belum tukeran nomer hape”
“Ups, iya ya, nomermu berapa?” Tanyaku, sembari mengeluarkan handphone dari dalam saku celana.
Dan
akhirnya, kami memulai pertemanan itu dengan bertukar nomer handphone.
Hingga disuatu sore, aku mengunjungi Fatimah di kos-kosan. Kos berwarna
coklat, penuh ukira kayu, ya terlihat elegan.
Fatimah
sudah tampak berdiri didepan kosnya, dengan berpakaian kaos, bercelana
pendek. Senyum nya menyambut kedatanganku, yang sedaritadi
berputar-putar untuk menemukan lokasi kosnya. Ya, maklum, saat itu saya
masih menjadi warga baru di kota ini. Masih menjadi mahasiswa baru.
Fatimah,
menjadi teman pertama yang dekat denganku. Selebihnya, aku hanya
menjadi “kupu-kupu” di kampus, kuliah-pulang kuliah-pulang. Sore ini
adalah sore pertama, untuk kami memulai sebuah pertemanan. Hanya karena
sebuah catatan mata kuliah, aku mulai dekat dengan Fatimah.
****
“Jadi, ya seperti itulah keluargaku, bagaimana denganmu?” Tanya Fatimah padaku.
Kembali, sore dihari yang lain, kami memulai mendekatkan diri menjadi “sahabat”. Berbagai cerita tentang keluarga.
“Aku, yah..punya saudara kembar, punya kakak lelaki, dan satu adik lelaki”
“Wah..dikelilingi lelaki ya, hahaha”
Senja telah datang, kami masih asik berbagi cerita. Dari cerita tawa hingga duka. Yah, inilah awal dari segala awal.
***
Persahabatan
ini berjalan sudah lebih 3 tahun. Semua teman kampus yang melihat kami
berdua, berjalan bersama. Selalu berbisk curiga, mereka mengira kami ini
pasangan “lesbi”. Karena, ya, kami memang mesra, tapi inilah sahabat.
Aku perempuan, dan Fatimah juga perempuan. Orang-orang itu selalu
me”judge” hanya karena apa yang mereka lihat. Itulah manusia.
Hingga
pada suatu hari, Fatimah bercerita padaku, tentang Santi yang pernah
singgah ke kosnya. Santi ini salah satu dari teman kampus, yang mengira
aku dan Fatimah adalah pasangan “lesbi”. Santi mendadak terkejut, ketika
melihat ada fotoku bersama Fatimah yang berjejer rapi disebuah bingkai
foto yang diletakkan diatas televisi.
“Kalian deket banget ya, hihihi” Ucap Santi disela tawa penuh heran.
“Iya donk” Fatimah member jawaban yang semakin membuat Santi terkejut.
Ya,
itu sebagian dari kisah mereka-mereka yang melihat kami ini berbeda.
Dan kami, hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka. Lucu.
***
“aaaaa…..apa
itu, ada lintah, hiyaaak” Teriakku seketika melihat ada seekor lintah
yang tengah asik berbaring diatas jok motorku.
“huahahaha..”
Bukannya menolong, Farimah hanya tertawa. Bahkan, sifat jahilnya
keluar. Dibawanya lintah itu menggunakan sebuah ranting, dijinjingnya
hewan menjijikan itu ke arahku.
Lutut
lemas, nafas terengah-engah. Aku berlari kencang, menjauhi hewan itu.
Lintah, ulat, dan segala macam hewan tak bertulang belakang, adalah
hewan yang paling menjijikan dimataku. Sejak kejadian itu, Fatimah suka
sekali memanggilku “ulat”.
Dan
aku suka sekali menyebutnya “autis”, karena entah kenapa setiap senja
menjelang. Fatimah selalu melakukan aktifitasnya sendiri, entah itu
bernyanyi gak jelas, dengan menyebut namaku disetiap lirik. Atau, bisa
saja dia mengganguku tanpa sebab. Katanya, “kalau sehari gak ganggu
Rahma itu kaya gimana gitu”, sebut saja aku adalah korban untuk
kejahilannya.
“Rahma kalau diganggu gak bakal ngelawan, itu yang asik, haha” Ucap Fatimah ketika aku bertanya kenapa harus aku yang dijahili.
***
Kisah ini masih akan berlanjut.
Hanya ingin berbagi indahnya persahabatan.
Mencoba mengumpulkan semua kenangan.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar