lha :)

Follow me on your twitter @Mauliddha_ :) Thanks :)

Selasa, 28 Agustus 2012

Pixy

13460104032102184476
Hidup terombang-ambing ditengah lautan yang di sertai badai dan petir yang mendru-deru bukan perkara mudah bagi seorang Pixy. Di usianya yang masih labil dan terhitung rentan dia dihadapkan pada suatu masalah yang tak mudah.
Berbagai kesalahpahaman atas beberapa definisi yang ia simpulkan sendiri bermuara pada suatu kehancuran.
Pertama; kesalahpahaman dalam mendefinisikan agama. Dia sama sekali tak mengenal agama. Tak ada pijakan yang kuat baginya dalam mengarungi samudera kehidupan. Tak ada norma yang secara jelas mengatur hidupnya.
Kedua; kesalahpahaman dalam mendefinisikan hidup. Hidup bukan sekedar menegakan kepala dan berlaku sesuka hati. Kehidupan tak akan kekal abadi semua ada batasnya.
Ketiga; kesalahpahaman dalam mendefinisikan cinta. Sebuah pemahaman tentang cinta yang salah dan itu baru disadarinya kini, setelah semuanya hancur berantakan.
Bagaimanakan Pixy menjalani dunianya?
(Ari Jaztiva)
Chapter 1
Good Bye Paris
MUSIM dingin sudah tiba menyelimuti kota Paris. Malam itu, angin bertiup kencang sampai-sampai hampir menerbangkan kanvas beserta cat-cat milik Pixy. Dia menarik napas dalam-dalam sambil menatap lukisannya yang baru setengahnya diselesaikan itu. Padahal jam dinding di kamar sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari, sudah seharusnya dia pergi tidur agar bisa mengumpulkan energi untuk esok hari. Namun rupanya dia belum bisa tidur sebelum berhasil menyelesaikan lukisannya itu. Kalau ia tidur dan menyelelesaikannya esok hari, mungkin ide-ide yang ada dalam pikirannya bisa-bisa buyar. Lukisan itu akan Pixy berikan pada guru musiknya Madam Jacqueline, besok dia ulang tahun, sebagai muridnya setidaknya Pixy ingin memberikan sedikit kenang-kenagan untuknya, ya walaupun hanya sebuah lukisan abstrak yang sederhana.
Untuk menjernihkan pikirannya, sesekali dia menyesap secangkir cappucino kesukaannya sambil memandang ke luar jendela. Butiran salju yang melayang-layang di luar sana sangat menarik perhatian. Dia berjalan menghampiri jendela, berdiri di samping jendela untuk beberapa saat sambil menarik napas dalam-dalam. Rasa dingin mulai menembus sweter tebal yang dia kenakan.
“Mataku leleh sekali,” keluhnya kemudian.
“Ah, tidak aku tidak boleh tidur, aku harus menyelesaikan lukisan ini,” ucapnya mantap sambil menatap lukisannya dengan pasti.
1346013417344947520

Tidak ada komentar:

Posting Komentar